محافظة على قديم الصالح والاخذ على جديد الاصلح

Penggunaan Alat Bersiwak

Penggunaan Alat Bersiwak

Dalam pasal ini dijelaskan tentang penggunaan alat bersiwak.

Bersiwak termasuk sunnah dalam berwudlu, sedangkan alat-alatnya terbuat dari kayu arok, dan yang sejenis. bersiwak itu sunnah dalam segala keadaan, bukan makruh tanzih, kecuali bagi yang berpuasa wajib/puasa sunnah, yakni setelah matahari tergelincir (condong) ke barat, bahkan kalau matahari telah tenggelam bersiwak tidak lagi makruh sama sekali (muthlaq). Demikian menurut pendapat Imam Nawawi.

Bersiwak sangat dianjurkan dalam 3 keadaan (tempat) yaitu:

  1. Ketika mulut terasa berbau tidak sedap, akibat terlalu lama diam (bungkam), lama tidak makan. Atau akibat yang lain seperti bau mulut yang diakibatkan makan-makanan yang mengandung bau tidak sedap, misalnya bawang putih, bawang merah dan lain-lain.
  2. Ketika bangun dari tidur.
  3. Ketika hendak berdiri melakukan sholat wajib atau sholat sunnah.

Termasuk keadaan (tempat) yang sangat dianjurkan (selain 3 keadaan tersebut) yaitu ketika hendak membaca Al-Qur’an dan ketika gigi berwarna kuning.

Dan disunnahkan dalam melaksanakan bersiwak: Pertama kali berniat mengikuti laku lampah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian memegang siwak dengan tangan kanan, dimulai dari arah kanan mulut, lalu digerakkan ke arah atas tenggorokan dengan perlahan-lahan, sehingga sampai ke arah letak gigi geraham.

Referensi: Fathul Qorib, hal. 4

فصل) في استعمال آلة السواك. وهو من سنن الوضوء ويطلق السواك أيضاً على ما يستاك به من أراك ونحوه (والسواك مستحب في كل حال) ولا يكره تنزيهاً (إلا بعد الزوال للصائم) فرضاً أو نفلاً ونزول الكراهة بغروب الشمس واختار النووي عدم الكراهة مطلقاً (وهو) أي السواك (في ثلاثة مواضع أشد استحبابا) من غيرها أحدها (عند تغير الفم من أزم) قيل هو سكوت طويل وقيل ترك الأكل وإنما قال (وغيره) ليشمل تغير الفم بغير أزم كأكل ذي ريح كريه من ثوم وبصل وغيرهما (و) الثاني (عند القيام) أي الاستيقاظ (من النوم و) الثالث (عند القيام إلى الصلاة) فرضاً أو نفلاً ويتأكد أيضاً في غير الثلاثة المذكورة مما هو مذكور في المطولات كقراءة القرآن واصفرار الأسنان ويسن أن ينوي بالسواك السنة وأن يستاك بيمينه ويبدأ بالجانب الأيمن من فمه وأن يمره على سقف حلقه إمراراً لطيفاً وعلى كراسي أضراسه. اھ

Keterangan:

Bersiwak merupakan tindak laku lampah Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para Rasul lainnya, sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas Radliyallahu Anhu:

من سنن المرسلين الحلم والحياء والحجامة والسواك والتعطر وكثرة الزواج – هب

“Di antara jejak (kelakukan) para Rasul, yaitu: penyantun, pemalu, berbekam, bersiwak, suka menggunakan wangi-wangian dan banyak isteri”

Adapun Khasiyat bersiwak (hikmahnya), Hadits shahih dari Abu Umamah, riwayat Ibnu Majah, dan hadits dari Aisyah Radliyallahu ‘Anhum., Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

السواك مطهرة للفم مرضاة للرب – حم

“Bersiwak itu membersihkan mulut, dan menarik simpati Tuhan (menarik Ridlo Allah baginya).” Jami’ush Shaghir II/38.

Wallahu A’lamu Bish-shoowaab

Cabang:

Kriteria Mendapat Kesunahan Dalam Bersiwak


Kriteria Mendapat Kesunahan Dalam Bersiwak

Siwak adalah benda kecil yang fungsinya sangat komplek dan manfaatnya pun sangat banyak. Namun yang menjadi persoalan adalah, apakah untuk mendapatkan kesunahan bersiwak diharuskan hilangnya bau mulut?

Jawab: Tidak harus, hanya saja yang lebih utama harus sampai menghilangkan bau mulut.

Referensi: Bujairimi ‘ala Al-Khathib, Juz 1 hal. 121

قَوْلُهُ لإِذْهَابِ التَّغَيُّرِ قَدْ يَقْتَضِيْ هَذَا أَنَّ السُّنَّةَ تَتَوَقَّفُ عَلَى إذْهَابِ التَّغَيُّرِ وَيُنَافِيْهِ قَوْلُ ابْنِ حَجَرٍ وَأَقَلُّهُ مَرَّةٌ إلاَ إنْ كَانَ لِتَغَيُّرٍ فَلاَ بُدَّ مِنْ إزَالَتِهِ فِيمَا يَظْهَرُ وَيَحْتَمِلُ اِلاكْتِفَاءُ بِهَا فِيهِ أَيْضًا ِلأَنَّهَا مُخَفَّفَةٌ وَيُجَابُ بِأَنَّ قَوْلَهُ ِلإِذْهَابِ بَيَانٌ لِحِكْمَةِ مَشْرُوعِيَّتِهِ فَلاَ يُنَافِي أَنَّ أَصْلَ السُّنَّةِ لاَ يَتَوَقَّفُ عَلَى ذَلِكَ وَعِبَارَةُ الْإِطْفِيحِيِّ وَأَقَلُّهُ مَرَّةٌ وَاحِدَةٌ بِالنِّسْبَةِ ِلأَصْلِ السُّنَّةِ إلاَ أَنْ يَكُونَ لِتَغَيُّرٍ بِالْفَمِ أَوْ قَلَحٍ بِاْلأَسْنَانِ فَلاَ بُدَّ مِنْ إزَالَتِهِ إنْ أَرَادَ تَمَامَ السُّنَّةِ. اھ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 32

Keharusan Berniat Ketika Bersiwak

Keharusan Berniat Ketika Bersiwak

Segala sesuatu tergantung niatnya, begitu juga siwak. Apakah untuk mendapatkan kesunnahan siwak diharuskan niat?

Jawab: Menurut Imam Ar-Romli harus niat, kecuali ketika di tengah-tengah melaksanakan ibadah. Namun menurut Imam Barmawi, niat hanya untuk penyempurna. Tanpa niat bersiwak pun tetap dapat pahala.
Referensi:

1. Hasyiyah Al-Jamal, Juz I hal. 117

وَتَحْصُلُ السُّنَّةُ الْكَامِلَةُ بِالنِّيَّةِ وَيَحْصُلُ أَصْلُهَا بِلاَ نِيَّةٍ مَا لَمْ يَكُنْ فِي ضِمْنِ عِبَادَةٍ اهـ برْمَاوِيّ

2. Al-Baijuri, Juz I hal. 44

قَوْلُهُ وَيُسَنُّ أَنْ يَنْوِيَ بِالسِّوَاكِ السُّنَّةَ بِأَن يَّقُوْلَ نَوَيْتُ سُنَّةَ اِلاسْتِيَاكِ فَلَوِ اسْتَاكَ اتَّفَاقًا مِنْ غَيْرِنِيَّةٍ لَمْ تَحْصُلِ السُّنَّةُ فَلاَ ثَوَابَ لَهُ وَمَحَلُّ ذَلِكَ مَا لَمْ يَكُنْ فِيْ ضِمْنِ عِبَادَةٍ كَأَنْ وَقَعَ بَعْدَ نِيَّةِ الْوُضُوْءِ أَوْ بَعْدَ اْلإِحْرَامِ بِالصَّلاَةِ عَلَى مَا قَالَهُ الْعَلاَّمَةُ الرَّمْلِيُّ وَإِلاَّ فَلاَ يَحْتَاجُ لِنِيَّةٍ لأَنَّ نِيَّةَ مَا وَقَعَ فِيْهِ شَمِلَتْهُ. اهـ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 31

Antara Anjuran Dan Larangan Bersiwak

Antara Anjuran Dan Larangan Bersiwak

Terdapat sebuah Hadits yang menjelaskan bahwa bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah tergelincirnya matahari adalah makruh. Sementara ada Hadits lain dengan tegas menyatakan, bahwa sunah bersiwak setiap akan melaksakan shalat, tidak terkecuali shalat Zhuhur, dan Ashar.

لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ رواه البخاري

“Bau mulutnya orang yang berpuasa lebih harum dibandingkan harunya minyak misik”. (HR. Al-Bukhari)

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ رواه مسلم

“Seandainya aku tidak khawatir memberatkan kaum mukminin, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak melakukan shalat”. (HR. Muslim)

Dari dua keterangan ini mana yang harus didahulukan?

Jawab: Lebih mendahulukan hukum makruhnya bersiwak. Karena mencegah kerusakan, dalam hal ini menghilangkan bau, lebih diutamakan dari pada menarik pahala.

Referensi: Hasyiyah Al-Jamal, Juz I hal. 119-120

فَإِنْ قُلْتَ يُعَارِضُ هَذَا الْحَدِيثَ الدَّالَّ عَلَى كَرَاهَةِ اِلإِسْتِيَاكِ بَعْدَ الزَّوَالِ اْلأَحَادِيثُ الدَّالَّةُ عَلَى طَلَبِ السِّوَاكِ لِكُلِّ صَلاَةٍ الشَّامِلَةُ لِصَلاَةِ الظُّهْرِ الَّتِي بَعْدَ الزَّوَالِ فَلِمَ قُدِّمَ عَلَيْهَا أُجِيْبَ بِأَنَّهُ قُدِّمَ عَلَيْهَا ِلأَنَّ فِيْهِ دَرْءَ مَفْسَدَةٍ وَهِيَ إزَالَةُ التَّغَيُّرِ وَتِلْكَ اْلأَحَادِيثُ فِيهَا جَلْبُ مَنْفَعَةٍ وَدَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ اهـ شَيْخُنَا ح ف اهـ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 31

Cairan Pembersih Mulut Sebagai Pengganti Siwak

Cairan Pembersih Mulut Sebagai Pengganti Siwak

Bicara masalah alat untuk membersihkan gigi, di zaman sekarang ini banyak sekali modelnya, seperti cairan pembersih mulut listerin, sanorin atau cooling, yang sekarang menjadi trend dikalangan anak muda. Cukupkah bersiwak dengan menggunakan cairan pembersih mulut listerin, sanorin dan lain-lain?

Jawab: Belum cukup, sekalipun pembersih tersebut dapat membersihkan gigi serta menghilangkan bau mulut.

Referensi: Nihayatul Muhtaj, Juz I hal. 180

بِكُلِّ خَشِنٍ) بِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ طَاهِرًا فَلاَ يَكْفِي النَّجِسُ فِيمَا يَظْهَرُ لِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ وَهَذَا مَنْجَسَةٌ لَهُ وَخَرَجَ بِمَا ذُكِرَ الْمَضْمَضَةُ بِنَحْوِ مَاءِ الْغَاسُولِ وَإِنْ أَنْقَى اْلأَسْنَانَ وَأَزَالَ الْقَلَحَ ِلأَنَّهَا لاَ تُسَمَّى سِوَاكًا بِخِلاَفِهِ بِالْغَاسُوْلِ نَفْسِهِ. اهـ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 30

Pembasuhan Rambut Gondrong

Pembasuhan Rambut Gondrong

Rambut merupakan sebuah mahkota bagi mereka yang menganggapnya. Tak heran, para pemuja rambut rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk memodif rambutnya. Sementara bagi mereka yang ingin bergaya tapi uang tak punya, cukup meng-gondrong-kan rambutnya. Apakah mengusap ujung rambut yang panjang (jawa; gondrong) dapat mencukupi?

Jawab: Tidak dapat mencukupi, kecuali jika rambut itu diulur tidak keluar dari batas kepala. Untuk kejelasannya adalah:
  • Rambut kepala yang bagian depan dianggap masih dalam batas kepala jika rambut tersebut diulur ke bawah, maka tidak melebihi janggut.
  • Rambut kepala bagian kanan dan kiri dianggap masih dalam batas kepala jika rambut itu diulur ke bawah, tidak melebihi pundak.
  • Sedangkan rambut kepala bagian belakang dianggap masih dalam batas kepala jika rambut tersebut ke bawah, maka tidak melebihi tengkuk.
Referensi: Tausyeh ‘ala Ibnu Qosim, hal. 16

أَوْ مَسْحُ بَعْضِ شَعْرٍ فِيْ حَدِّ الرَّأْسِ وَلوْ بَعْضَ شَعْرَةٍ وَاحِدَةٍ بِأَن لاَّ يَخْرُجَ بِالْمَدِّ عَنْهُ مِنْ جِهَةِ نُزُوْلِهِ فَشَعْرُ النَّاصِيَةِ جِهَةُ نُزُوْلِهِ الْوَجْهُ وَشَعْرُ القَرْنَيْنِ جِهَةُ نُزُوْلِهِمَا الْمَنْكِبَانِ وَشَعْرُ الْقَذَالِ أَيْ مُأَخِّرِ الرَّأْسِ جِهَةُ نُزُوْلِهِ الْقَفَا فَمَتَى خَرَجَ بِالْمَدِّ عَنْ حَدِّ الرَّأْسِ مِنْ جِهَةِ اسْتِرْسَالِهِ لَمْ يَجُزْ الْمَسْحُ عَلَيْهِ إِنْ مَسَحَهُ وَهُوَ فِيْ حَدِّ الرَّأْسِ بِسَبَبِ كَوْنِهِ مَعْقُوْدًا أَوْ مُجْعِدًا مَثَلاً. اهـ

Wallahu A’lamu Bishowaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 14

Tiga Basuhan Kedua Tangan Tidak Harus Tertib

Tiga Basuhan Kedua Tangan Tidak Harus Tertib

Termasuk dari kesunahan wudlu adalah membasuh tiap-tiap anggota sampai tiga basuhan. Hanya saja sedikit perlu ketegasan terkait ketentuan tiga basuhan kedua tangan, apakah harus dibasuh satu persatu ataukah boleh langsung bersamaan. Apakah kesunahan membasuh kedua tangan sampai tiga kali disyaratkan harus tertib, yakni mendahulukan tangan kanan sebelum tangan kiri?

Jawab: Tidak harus tertib.

Referensi: Hasyiyah Al-Jamal, Juz I hal. 128

ثم رأيت في سم على حج ما نصه وفي قوله يعني شرح الروض كاليدين إشارة إلى أن تثليث اليدين لا يتوقف على تثليث إحداهما قبل الأخرى بل لو ثلثهما معا أي أو مرتبا أجزأ ذلك فتأمله وهذا هو المتجه إذ لا يشترط ترتيب. اھ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 13

Dilema Wudlu Di Kamar Mandi

Dilema Wudlu Di Kamar Mandi

Banyak sekali doa dan dzikir yang dianjurkan dalam bersuci, baik itu ketika mandi besar, ataupun wudlu. Namun yang menjadi dilema ketika bersuci dilakukan ditempat yang pernah digunakan buang hajat, seperti kamar mandi, WC, dan sebagainya. Yang mana ditempat tersebut dilarang membaca doa ataupun dzikir. Apakah doa ataupun dzikir yang dianjurkan dalam bersuci tetap sunah dilakukan dalam kasus diatas?

Jawab: Tetap sunah, namun hanya di dalam hati.

Referensi:

1. Hasyiyah Al-Bujairimi ‘ala Al-Khathib, Juz I hal. 194

وَلَا يَتَكَلَّمُ عَلَى الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ أَيْ يَسْكُتُ حَالَ قَضَاءِ الْحَاجَةِ فَلَا يَتَكَلَّمُ بِذِكْرٍ وَلَا غَيْرِهِ أَيْ يُكْرَهُ لَهُ ذَلِكَ قَوْلُهُ حَالَ قَضَاءِ الْحَاجَةِ لَيْسَ قَيْدًا فَالْمُعْتَمَدُ الْكَرَاهَةُ مُطْلَقًا بِمُجَرَّدِ الدُّخُولِ وَلَوْ لِغَيْرِ قَضَائِهَا ، كَأَنْ دَخَلَ لِوَضْعِ إبْرِيقٍ مَثَلًا أَوْ لِسِرَاجٍ أَوْ طَالَ دِهْلِيزُهُ. اھ

2. Hasyiyah Al-Bujairimi ‘ala Al-Khathib, Juz I hal. 194

قَوْلُهُ فلو عطس حَمِدَ اللَّهَ تَعَالَى بِقَلْبِهِ أَيْ وَيُثَابُ عَلَيْهِ وَقَوْلُهُمْ الذِّكْرُ الْقَلْبِيُّ لَا ثَوَابَ فِيهِ مَحْمُولٌ عَلَى مَا لَمْ يُطْلَبْ بِخُصُوصِهِ وَهَذَا مَطْلُوبٌ فِيهِ بِخُصُوصِهِ ع ش عَلَى م ر قَالَ بَعْضُهُمْ يُؤْخَذُ مِنْ هَذَا صِحَّةُ مَا ذَهَبَ إلَيْهِ السَّادَةُ الصُّوفِيَّةُ مِنْ جَوَازِ الذِّكْرِ بِالْقَلْبِ وَالثَّوَابِ عَلَيْهِ بَلْ هُوَ أَفْضَلُ مِنْ ذِكْرِ اللِّسَانِ لِخُلُوصِهِ مِنْ الرِّيَاءِ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ ثَوَابٌ لَمَا أَمَرَ السَّادَةُ الْفُقَهَاءُ بِالْحَمْدِ بِهِ فِي الْمَوْضِعِ الْمَكْرُوهِ فِيهِ ذِكْرُ اللِّسَانِ وَهُوَ الْحَقُّ الَّذِي يَنْبَغِي اعْتِقَادُهُ وَفِيهِ أَنَّ مَا قَالَهُ الْفُقَهَاءُ إنَّمَا هُوَ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يُكْرَهُ فِيهِ ذِكْرُ اللِّسَانِ. اھ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 12

Membaca Basmalah Di Tengah Wudlu Karena Lupa

Membaca Basmalah Di Tengah Wudlu Karena Lupa

Salah dan lupa merupakan sifat fitrah manusia yang tidak bisa dihindari. Hanya saja dengan berhati-hati semua itu bisa diminimalisir. Sebut saja Kang Sotres yang sukanya grusa-grusu (ceroboh) dalam setiap tindakan termasuk ketika berwudlu. Bahkan kadang-kadang Ia tidak membaca basmalah disaat mau berwudlu, entah karena lupa atau memang disengaja. Jika pada permulaan wudlu sengaja atau lupa tidak membaca basmalah, apakah masih disunnahkan untuk membaca basmalah dipertengahan wudlu?

Jawab: Tetap disunnahkan, untuk lafadznya; بسم الله أوله وآخره . Atau cukup mengucapkan; بسم الله .

Referensi:

1. Hasyiyah Al-Bujairimi ‘ala Al-Khathib, Juz 1 hal. 160

فإن تركها سهوا أو عمدا أو في أول طعام كذلك أتى بها في أثنائه فيقول: بسم الله أوله وآخره لخبر: إذا أكل أحدكم فليذكر اسم الله تعالى فإن نسي أن يذكر اسم الله تعالى في أوله فليقل: بسم الله أوله وآخره رواه الترمذي وقال: حسن صحيح، ويقاس بالاكل الوضوء وبالنسيان العمد، ولا يسن أن يأتي بها بعد فراغ الوضوء لانقضائه. اھ

2. Hasyiyah Al-Jamal, Juz I hal. 123

قَوْلُهُ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ أَيْ بِعَيْنِ هَذَا اللَّفْظِ عَلَى مَا قَالَهُ بَعْضُهُمْ وَلَعَلَّ الْمُرَادَ بِأَوَّلِهِ مَا قَابَلَ الْآخِرَ حَتَّى يَشْمَلَ الْوَسَطَ أَوْ بِآخِرِهِ مَا قَابَلَ الْأَوَّلَ فَيَشْمَلُ ذَلِكَ وَهَذَا بِالنِّسْبَةِ لِلْأَكْمَلِ فَلَوْ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ فَقَطْ كَفَى اهـ بِرْمَاوِيٌّ. اھ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 12

Tata Cara Membasuh Wajah Secara Sempurna

Tata Cara Membasuh Wajah Secara Sempurna

 مالا يتم الواجب إلا به فهو واجب 

(Sesuatu yang tidak wajib menjadi sebuah kewajiban, jika menjadi penyempurna perkara wajib).

Itulah konsep yang di rumuskan oleh para ulama’. Oleh karenanya, keterangan diatas meliputi segala jenis ibadah termasuk membasuh anggota wudlu. Untuk kesempurnaan pembasuhan wajah, anggota bagian manakah yang harus dibasuh?

Jawab: Sebagian kepala, leher dan bagian dagu.

Referensi: Al-Majmu’, Juz 1 hal. 416

المسألة الثانية قال أصحابنا صاحب التتمة وآخرون يجب على المتوضئ غسل جزء من رأسه ورقبته وما تحت ذقنه مع الوجه لأنه لا يمكن استيعاب الوجه إلا بذلك كما يجب إمساك جزء من الليل في الصيام ليستوعب النهار. اھ

Wallahu A’lamu Bish-showaab

Sumber: Kang Santri, Menyingkap Problematika Umat, Juz I hal. 11