Hukum Murtad
(Mari kita berlindung kepada Allah dari keadaan yang demikian)
Dalam fasal ini diterangkan tentang hukum-hukum riddah (murtad)
Murtad ialah salah satu bentuk kufur yang paling keji. Menurut arti bahasa ialah kembali dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Sedangkan menurut istilah syara’, ialah bercerai/berpisah dengan Islam, akibat (niat) kufur dalam ucapan, atau perbuatan, misalnya: bersujud kepada selain Allah (seperti memuja benda buatan manusia), baik sekedar istihza’ (gurauan), serius, atau dengan i’tikad, misalnya: beri’tikad/berkeyakinan bahwa Sang Pencipta (Allah Subhanahu Wa Ta’ala) bersifat baru.
Barang siapa murtad dari Islam (pria atau wanita) misalnya: mengingkari Allah bersifat wujud, atau mendustakan salah seorang dari Rasul-rasul Allah, atau menghalalkan (sesuatu yang telah) diharamkan oleh Ijma’ ulama seperti zina dan minum khamr. Atau mengharamkan hal-hal yang menurut Ijma’ ulama telah jelas halalnya, misalnya: nikah dan jual-beli.
Maka (terhadap orang yang murtad ini) diwajibkan bertaubat dengan segera, (menurut pendapat yang paling shohih). Tapi menurut “Qaul Ashoh” lainya, sunnah hukumnya menyuruh bertaubat, bahkan diberi kesempatan 3 hari.
Kalau ia bertaubat, dan kembali masuk Islam dengan berikrar 2 kalimah syahadat secara tertib (beriman kepada Allah dan Rasul-Nya), bukan dibalik, yang demikian tidaklah sah, sebagaimana dinyatakan Imam Nawawi dalam Syarah Muhadzdzab, pada pembahasan niat wudlu.
Kalau orang murtad tidak bertaubat, maka wajib hukumnya bagi pemerintah untuk membunuhnya, kalau dia orang merdeka maka dipenggal lehernya, bukan dibakar atau yang serupa.
Kalau yang membunuh bukan penguasa, maka harus dita’zir. Bahkan jika ia seorang hamba, maka diperbolehkan majikan membunuhnya (murtad tersebut) hal ini menurut pendapat yang shohih.
Lalu Mushonnif membahas tentang memandikan orang murtad, sebagai berikut: orang murtad tidak wajib dimandikan, maupun di sholati, bahkan tidak dikubur di pemakaman orang Islam.
Mushonnif juga menyebutkan hukum “Tarikush Sholat” yang merupakan ¼ ibadah. Demikian pula Mushonnif membahasnya. (tentang hukum meninggalkan sholat)
Referensi: Fathul Qorib, hal. 58
Wallahu A’lamu Bish-showaab
Murtad ialah salah satu bentuk kufur yang paling keji. Menurut arti bahasa ialah kembali dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Sedangkan menurut istilah syara’, ialah bercerai/berpisah dengan Islam, akibat (niat) kufur dalam ucapan, atau perbuatan, misalnya: bersujud kepada selain Allah (seperti memuja benda buatan manusia), baik sekedar istihza’ (gurauan), serius, atau dengan i’tikad, misalnya: beri’tikad/berkeyakinan bahwa Sang Pencipta (Allah Subhanahu Wa Ta’ala) bersifat baru.
Barang siapa murtad dari Islam (pria atau wanita) misalnya: mengingkari Allah bersifat wujud, atau mendustakan salah seorang dari Rasul-rasul Allah, atau menghalalkan (sesuatu yang telah) diharamkan oleh Ijma’ ulama seperti zina dan minum khamr. Atau mengharamkan hal-hal yang menurut Ijma’ ulama telah jelas halalnya, misalnya: nikah dan jual-beli.
Maka (terhadap orang yang murtad ini) diwajibkan bertaubat dengan segera, (menurut pendapat yang paling shohih). Tapi menurut “Qaul Ashoh” lainya, sunnah hukumnya menyuruh bertaubat, bahkan diberi kesempatan 3 hari.
Kalau ia bertaubat, dan kembali masuk Islam dengan berikrar 2 kalimah syahadat secara tertib (beriman kepada Allah dan Rasul-Nya), bukan dibalik, yang demikian tidaklah sah, sebagaimana dinyatakan Imam Nawawi dalam Syarah Muhadzdzab, pada pembahasan niat wudlu.
Kalau orang murtad tidak bertaubat, maka wajib hukumnya bagi pemerintah untuk membunuhnya, kalau dia orang merdeka maka dipenggal lehernya, bukan dibakar atau yang serupa.
Kalau yang membunuh bukan penguasa, maka harus dita’zir. Bahkan jika ia seorang hamba, maka diperbolehkan majikan membunuhnya (murtad tersebut) hal ini menurut pendapat yang shohih.
Lalu Mushonnif membahas tentang memandikan orang murtad, sebagai berikut: orang murtad tidak wajib dimandikan, maupun di sholati, bahkan tidak dikubur di pemakaman orang Islam.
Mushonnif juga menyebutkan hukum “Tarikush Sholat” yang merupakan ¼ ibadah. Demikian pula Mushonnif membahasnya. (tentang hukum meninggalkan sholat)
Referensi: Fathul Qorib, hal. 58
فصل) في أحكام الردة وهي أفحش أنواع الكفر ومعناها لغة الرجوع عن الشيء إلى غيره وشرعا قطع الإسلام بنية كفر أو قول كفر أو فعل كفر كسجود لصنم سواء كان على جهة الاستهزاء أو العناد أو الاعتقاد كمن اعتقد حدوث الصانع (ومن ارتد عن الإسلام) من رجل أو امرأة كمن أنكر وجودَ الله أو كذب رسولا من رُسل الله أو حلل محرما بالإجماع كالزنا وشرب الخمر أو حرَّم حلالا بالإجماع كالنكاح والبيع (استُتيب) وجوبا في الحال في الأصح فيهما ومقابل الأصح في الأولى أنه يسن الاستتابة وفي الثانية أنه يمهل (ثلاثا) أي إلى ثلاثة أيام (فإن تاب) بعوده إلى الإسلام بأن يقرَّ بالشهادتين على الترتيب بأن يؤمن بالله أولا ثم برسوله؛ فإن عكس لم يصح - كما قاله النوي في شرح المهذب في الكلام على نية الوضوء (وإلا) أي وإن لم يتب المرتد (قتل) أي قتله الإمام إن كان حرا بضرب عُنقه لا بإحراق ونحوه فإن قتله غير الإمام عزر وإن كان المرتد رقيقا جاز للسيد قتله في الأصح ثم ذكر المصنف حكم الغسل وغيره في قوله (ولم يغسل ولم يصل عليه ولم يدفن في مقابر المسلمين) وذكر غير المصنف حكم تارك الصلاة في ربع العبادات وأما المصنف فذكره هنا فقال. اھ
Wallahu A’lamu Bish-showaab
0 komentar :
Posting Komentar
Silahkan disebarluaskan asal tetap menyertakan link sumbernya.
Daftar Isi * Facebook * Twitter * Google